Menu Close

Kecantikan Itu sangat Bervariasi

Kecantikan Itu sangat Bervariasi

Kecantikan Itu sangat Bervariasi

 

Kecantikan Itu sangat Bervariasi Kecantikan itu relatif. Ini berarti bahwa beberapa orang memiliki ide yang berbeda tentang kecantikan. Secara tradisional, kecantikan dikaitkan dengan tubuh wanita. Knight Dunlap dari Alfred Strom dalam American Descent mengklaim bahwa definisi kecantikan seseorang berbeda dari ras ke ras, sehingga konsep kecantikan tidak dapat dibandingkan. Mendefinisikan standar kecantikan di masyarakat biasanya merugikan perempuan. Ketika seorang wanita tidak memenuhi standar kecantikan masyarakat, dia cenderung merasa tidak aman, terisolasi dan terasing. Ditinjau tentang Budaya Barbie: Sebuah Ikon Budaya Konsumerisme Rogers’ home blog. Artikel “Penilaian Mitos Modern Nama Barbie” menyatakan bahwa boneka yang dimainkan anak perempuan adalah mitos kecantikan. Ia menjelaskan, boneka Barbie menunjukkan feminitas yang kuat karena Barbie diasosiasikan dengan banyak predikat yang identik dengan perempuan. Dia berkata bahwa tubuh Barbie sempurna sebagai seorang gadis kecil; Rambut indah, kaki panjang, payudara sempurna, pinggang sempit adalah lambang kecantikan. Barbie masa kini juga mewakili “kecantikan” dan “kecantikan” yang seharusnya dimiliki seorang wanita. Film tersebut dapat meracuni pikiran masyarakat, khususnya wanita, untuk mendambakan tubuh seperti boneka Barbie. Bagaimanapun, wanita berjuang untuk kecantikan dengan mengubah penampilan dan tubuh mereka.

 

Mitos Kecantikan Yang Berkembang

Menurut Naomi Wolf, mitos kecantikan yakni upaya masyarakat yang didominasi pria untuk mengontrol wanita melalui kecantikannya. Mitos kecantikan yakni anak emas kebanggaan masyarakat patriarkal. Mitos kecantikan ini dibangun di atas norma dan nilai sosial dan budaya, sehingga apa yang dikatakan dalam mitos kecantikan ini menjadi kebenaran hakiki (Wolf, 2002, hlm. 25). Dalam hal ini, wanita pada akhirnya menjadi sadar mode (sadar penampilan) dan menerima bahwa penampilan tubuh yakni aset yang biasanya mengarah pada kemampuan untuk mengubah status, kekaguman, harga diri, pekerjaan, laki-laki, dan kebahagiaan dalam hidup.

 

Kecantikan Itu sangat Bervariasi Kualitas Tubuh, Investasi Diri

Slater (1997) menemukan bahwa penampilan fisik mencerminkan kualitas tubuh pemiliknya. Kondisi fisik dilihat sebagai cermin dari kondisi yang memilikinya, bertanggung jawab terhadapnya dan dapat mengubahnya. Tubuh dapat dianggap sebagai cerminan diri, karena dapat dianggap sebagai objek untuk diatur dan, secara umum, untuk dimanipulasi, yaitu. sangat terstruktur, disiplin diri dan dapat dilawan melalui diet, program kebugaran, fashion, buku self-help dan manajemen harus dianggap sebagai produk komoditas. Misalnya, kegemukan, kemalasan, dan kurang mode juga merupakan penyimpangan moral. Perempuan akhirnya didorong ke dalam budaya konsumerisme. Tubuh memainkan peran penting dalam budaya konsumsi. Karena melalui tubuh, manusia dapat membangun identitas berdasarkan apa yang mereka makan. 

Perspektif baru tentang fenomena budaya tubuh dan konsumen ini mengambil penelitian dari perspektif feminis dan mengkaji hubungan antara gender dan budaya konsumen dalam tubuh. Pada studi pertama, perempuan hanya dimasukkan sebagai objek perilaku konsumen, karena mereka dipandang sebagai konsumen pasif yang mengikuti perintah pasar. Kajian terbaru tentang wanita sebagai subjek menunjukkan bahwa wanita menggunakan apa yang mereka makan untuk membentuk identitas mereka, terutama kecantikan mereka. Jane Crisp mengaitkan apa yang disebutnya “tubuh yang dibayangkan”, tubuh yang ditafsirkan, dengan budaya konsumen.

 

Perkembangan Teknologi dan Kecantikan

Dengan munculnya teknologi yang semakin maju, media telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia modern, baik itu media cetak maupun elektronik. Sinema menjadi salah satu media yang paling digemari saat ini karena serunya dunia sinematik tidak pernah gagal membangkitkan rasa penasaran. Film, dalam kaitannya dengan media massa, yakni sebuah institusi tanpa nilai atau aspirasi. Setiap media memiliki visi dan misi dari organisasi yang diperjuangkannya. “Film sendiri merupakan salah satu media massa yang paling berpengaruh di masyarakat karena film merupakan bentuk budaya massa yang berpengaruh saat ini” (McQuail, 1987, hlm. 13). “Film memiliki kekuatan untuk menjangkau banyak segmen sosial, dan film memiliki kekuatan untuk mempengaruhi penontonnya” (Sober, 2004, hlm. 127). Banyak studi tentang dampak sosial film seringkali memahami hubungan antara film dan masyarakat secara linier. Intinya, film memengaruhi dan membentuk masyarakat melalui pesan-pesan di baliknya, tidak pernah bertindak sebaliknya. Menurut Irvanto, kritik yang muncul dari perspektif ini didasarkan pada klaim bahwa film yakni permainan sosial, dan itu yakni film karena film sering menangkap pertumbuhan dan perkembangan realitas dalam masyarakat, yang sering ditampilkan di layar. (Sobor, 2004). 

Tubuh didefinisikan oleh nilai-nilai budaya sebagai praktik dan pemahaman sosial (Crisp, 2000, p. 48). Tubuh menjadi tipe tubuh yang dibangun secara budaya, dan makna tubuh dapat berbeda dari satu budaya ke budaya lainnya. Akibatnya, ia tidak dapat membedakan tubuh dari penekanan dan nilai yang diberikan kepadanya oleh budaya di mana ia berada. Tubuh bukan sekadar tubuh biologis tanpa nilai, sebaliknya, tubuh sosial ini penuh dengan makna yang dapat dibangun melalui berbagai ideologi. Hal ini khususnya terjadi dalam budaya konsumen, di mana nilai-nilai umum diproklamirkan secara sadar. Tubuh menjadi pembawa praktik budaya, dan dengan demikian tubuh menjadi arena pertarungan ideologis. Bordo (2003) menyebutnya politik tubuh. Menurut Bordeaux, tubuh selalu berada di bawah kendali budaya, yang diekspresikan dalam praktik budaya dan kehidupan sehari-hari. Tubuh di tangan budaya terlibat penuh dalam semua praktik budaya yang mengatur dan membatasi tubuh melalui izin dan larangan. Ditafsirkan sebagai kumpulan budaya konsumen, ia menjadi tempat di mana seksisme, konsumerisme, kapitalisme atau patriarki dan ideologi lainnya dapat dikonfrontasi, diperkuat atau dikompromikan. Oke kita akan berlanjut ke pembahasan berikutnya yang harus kamu baca dengan cermat.

 

Penampilan Fisik

Tidak bisa dipungkiri bahwa pertama kali kita menilai atau melihat seseorang yakni dari penampilan fisiknya. Setiap orang memiliki pendapat tentang penampilan fisik. Orang sering memberi arti khusus terkait ciri fisik, bentuk tubuh, warna kulit, gaya rambut dan sebagainya (Mulyana, 2007). Hal ini membuat para wanita, khususnya di majalah Runway, tetap bugar untuk membuat mereka merasa cantik. “Penampilan sangat penting sehingga beberapa orang mengatakan bahwa ‘penampilan yakni segalanya'” (Chaney, 2003, p.15). Beberapa kalangan masyarakat percaya bahwa penampilan merupakan hal yang wajar baginya. Beberapa orang bahkan mengatakan bahwa penampilan itu penting. Saat kita melihat wajah seseorang, kita akan mengerti kehidupan orang tersebut. 

Menurut Nuraini Juliastuti, setiap manusia dalam masyarakat saat ini yakni seorang penafsir. Setiap orang diminta untuk dapat memainkan perannya dan memegang kendali. Gaya berpakaian, gaya rambut, jenis aksesoris yang melekat, preferensi musik atau aktivitas yang dipilih merupakan bagian dari ekspresi identitas dan kepribadian.  Mike Featherstone dalam bukunya Lifestyle and Consumer Culture, “berpakaian sesuai fungsi”, dan arti kata tersebut yakni bahwa gaya hidup yakni sesuatu yang berhubungan dengan individualitas, ekspresi diri dan kesadaran diri akan gaya (Prabasmoro, 1999). 2006, hal. . 364). Hakikat dari gaya hidup berarti bahwa kebutuhan untuk berpakaian dengan tepat seharusnya tidak hanya dianggap sebagai masalah disiplin dalam mode, tetapi harus ditekankan sebagai pelaksanaan hak untuk mengekspresikan diri secara pribadi sebagai diri sendiri melalui mode pernyataan diri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *